Archive for Resensi

Hal yang tak Boleh Terlupa

Kemarin aku nyampe ke kantor agak pagi dan masih punya kesempatan untuk lihat sebuah film di YouTube dengan akses internet yang masih sangat cepat. Film yang kutonton adalah Sang Murabbi, kisah tentang seorang ustadz (semoga Allah merahmati beliau). Tidak tuntas benar, karena aku harus bekerja kembali.

Dalam sebuah dialog (tepatnya monolog) di atas motor butut, Ustadz Rahmat bersama adiknya (beliau dipanggil Mawi).

“Ada dua hal yang tidak boleh kamu lupakan sepanjang hidupmu. Jangan pernah lupakan keburukan yang pernah kamu lakukan kepada orang lain dan jangan pernah lupakan kebaikan yang pernah orang lain lakukan padamu”

Usai itu, aku berdiskusi dengan seorang sahabat.

“Pak, dua hal itu mudah diucapkan. Sangat mudah. Bukankah sebagian besar kita justru lebih mudah melupakan kebaikan orang lain kepadanya dan justru menempatkannya di keranjang sampah ketika tidak lagi berguna? Dan bukankah pula sebagian besar kita membawa mati dendam kesumatnya?”

Aku cuma tersenyum …

Comments (1)

“King” : Kemenangan bukanlah Segalanya

“Untuk apa menang, jika engkau hanya membuat susah banyak orang?”

Kalimat itu yang meluncur deras dari mulut Tarjo (diperankan dengan luar biasa oleh Mamiek Prakoso) kepada anaknya Guntur. Kemenangan dalam kejuaraan bulu tangkis anak-anak di sebuah desa di Banyuwangi, yang dipersembahkan Guntur pada ayahnya yang juga pelatihnya. Tarjo memang melatih Guntur dengan sangat keras, disertai hukuman jika kalah.

Kemenangan bukanlah segalanya (baca juga di sini). Ini pelajaran pertama yang kudapat dari film King. Jujur, aku kecewa menontonnya, karena yang kuharapkan adalah biografi sang legenda bulutangkis Indonesia Liem Swie King. Namun, menontonnya secara utuh justru membuatku belajar banyak.

Kita mungkin dapat meraih kemenangan dengan mengalahkan banyak lawan. Namun, dia bukanlah kemenangan, jika diraih dengan segala cara, bahkan cara-cara yang menjijikkan. Kita mungkin dapat meraih kemenangan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin nilai. Namun, dia bukanlah kemenangan, jika diperoleh dengan mengorbankan banyak hal, termasuk kebersamaan, persaudaraan dan persahabatan.

“King” juga mengajarkan, bahwa sebuah kemenangan terasa indah justru ketika diraih dengan tetesan keringat, dengan kelelahan fikir, bahkan rembesan darah dan diperoleh dengan cara yang mulia. Kemenangan hanya niscaya diperoleh dalam kebersamaan dan menjadi lebih indah ketika menjadi kemenangan bersama, meski hanya disebut untuk sebuah nama.

Ya, kemenangan adalah niscaya dicapai dalam usaha bersama. Namun, bukan dengan memanfaatkan sesama atau menjejakkan kaki kita di kepala mereka untuk naik lebih tinggi …

Comments (1)

Freedom Writers & Mustang

Beberapa hari lalu, dua malam berturut-turut, aku menyempatkan menonton dua film bagus di HBO. Dua-duanya beranjak dari kisah nyata. Freedom Writers (FW) adalah kisah seorang guru baru, wanita, di sebuah sekolah yang mencanangkan program pembauran. Kelasnya adalah kelas yunior dengan siswa yang hampir seluruhnya bermasalah : anggota geng dari pelbagai keturunan (negro, meksiko, bahkan asia). Sedang Mustang adalah kisah pelatih American Football untuk sebuah penjara anak.

Latar belakang siswa yang sama membuat film ini juga bermuatan kekerasan dan kekasaran kata-kata. Perkelahian, saling sikut, saling tidak percaya bahkan pembunuhan menjadi bumbu dalam keduanya. Semuanya digambarkan dengan indah dan nampak sangat nyata.

Kisah nyata itu adalah kedua kisah sukses yang diawali dengan perjuangan dan pengorbanan sangat tinggi dari pelakunya. Mr. G dalam FW bahkan harus kehilangan perkawinannya untuk karena harus menyediakan hampir seluruh waktu untuk dedikasinya bagi kemajuan anak didiknya.

Namun, pelajaran besar yang kucoba tarik dari dua film itu adalah …

pertama, hormati mereka, maka mereka akan menghormatimu. Mr. G maupun pelatih Mustang benar-benar menghormati anak didiknya sebagai manusia terhormat dengan kemampuan yang mereka miliki. sang guru dan pelatih tidak sama sekali merasa lebih hebat dari mereka dan mencoba membaur dengan luar biasa.

kedua, bangun semangat kekeluargaan dan bukan menghancurkannya. Mr. G membuat sebuah game yang menempatkan siswanya dalam kesamaan nasib dan mereka membentuk sebuah keluarga besar, meski dibangun bahkan dengan perbedaan latar belakang dan pilihan hidup. Pelatih Mustang menyatukan dua musuh geng dalam sebuah keluarga, bahkan kemudian saling rela mati untuk saudaranya.

ketiga, mereka bukan hanya mengajak, namun juga mendampingi. Keduanya memilih menjadi sahabat dan bukan orang sok pintar yang tiba-tiba masuk dalam lingkungan baru.

Pelajaran yang indah bukan?

Tinggalkan sebuah Komentar

Any Given Sunday

Engkau mungkin yang memimpin, namun siapa yang mau mengikutimu?

Usai pertandingan yang melelahkan dan memuakkan karena kekalahan besar yang diterima Miami Shark, Beamen memasuki ruang sauna yang luas. Di sudut sauna, telah ada Shark yang demikian besar badannya. sambil duduk menikmati sauna, dia menyapa Beamen dengan sebuah kalimat,

“Engkau mungkin yang memimpin, namun siapa yang mau mengikutimu?”

Beamen tertunduk. Tidak berkata apa-apa. Dia hanya dapat menyesali tindakannya. Bagi Shark dan anggota tim Miami Shark, keutuhan tim adalah segalanya, bahkan lebih utama dari kemenangan. Shark meyakini benar, keutuhan tim pasti akan menghasilkan kemenangan. Jika bukan sebuah kemenangan di lapangan tanding, dia adalah sebuah kemenangan tim, di mana seluruh tim saling memiliki seperti halnya sebuah keluarga.

Namun bagi Beamen, kemenangan adalah hanya kemenangan dalam sebuah pertandingan, di mana sorak sorai dan tepuk tangan adalah bayarannya. Bagi Beaman, tidaklah penting, seluruh anggota Tim bekerja dengan sukarela atau bukan. Hal yang terpenting baginya adalah kemenangan, beserta atribut tepuk tangan dan sorak sorai.

Dan hari itu, malam itu, di ujung pertandingan yang memalukan, dia mendapati sebuah hal : ditinggalkan. Apalah lagi yang lebih penting bagi seorang pemimpin, jika dia ditinggalkan? Ya, dia mungkin yang memimpin, namun siapa yang mau mengikutinya? Dan apakah engkau akan menunggu hingga benar-benar ditinggalkan?

Tinggalkan sebuah Komentar

Cinta yang tidak Menuntut Balas

Para sahabat, tulisan ini tidak ditujukan kepada siapapun, kecuali sebagai ungkapan permohonan maaf kepada para sahabat tercinta. Juga Mas Harri yang telah mengilhami saya dengan menulis kalimat sederhananya, “beginilah caraku bersahabat …”

Pagi ini, usai mengantar Zulfa ke sekolah (hari Rabu ini jadwalnya sholat Dhuha di sekolah), aku masih sempat nonton HBO. Tinggal sisanya saja, karena toh sebagian awalnya telah kutonton sebelumnya. Judulnya : Welcome Home Roscoe Jenkins. Ceritanya sengaja tidak kushare di sini, karena memang bukan bagian ceritanya yang menyentuh, namun sebuah kalimat akhir yang disebut oleh Resccue kepada ayah ibunya, kepada kerabatnya dan kepada sahabatnya yang hadir dalam pesta emas pernikahan orang tuanya. Kalimat itu adalah, “terima kasih untuk cinta kalian semua, cinta yang tidak menuntut balas“.

Pagi ini juga, aku menerima SMS dari seorang sahabat. SMS itu, jujur saja menyinggungku. Mungkin karena aku memang terlalu sensitif (sekali lagi, thanks Mas Harry). Tapi, kali ini ketersinggunganku adalah ketersinggungan yang positif, sebagaimana maksud sahabatku berkirim SMS, pastilah sesuatu yang positif. SMSnya berbunyi : Lapangkan selalu hati kita, karena apa yang dibangun oleh akal yang luas dapat dihancurkan oleh hati yang sempit.

SMS itu tentu tidak hanya ditujukan untukku (bukan begitu, Sahabat?), namun ditujukan bagi setiap kita. SMS itu menyinggungku, yang pertama, karena akalku tidak cukup luas untuk dapat membangun sesuatu yang besar. Namun, SMS juga menyinggungku soal, bahwa adalah benar hatiku masih sangat sempit hingga terlampau sering meruntuhkan bangunan yang dibangun oleh akal yang luas yang dimiliki para sahabat. Jadi, saya memang harus berterima kasih padanya.

Kembali soal Cinta yang tidak Menuntut Balas, kedua ceritaku di atas mengisyaratkan sebuah kesadaran kecil dari keterlenaan panjang tentang tuntutan dalam sebuah hubungan, seperti apapun hubungan itu. Aku terlampau sering menuntut, emailku direspon dan dibalas, tiap SMSku dibalas, tiap teleponku diangkat atau apapun bentuknya. Dan hari ini, aku sadar, itu salah. Jika aku mencintai sahabatku, maka aku tidak boleh menuntut mereka apapun, karena persahabatan seperti halnya cinta adalah sebuah kekuatan untuk memberi, tanpa sedikitpun keinginan untuk meminta. Alhamdulillah, aku sadar, dan harus memulainya, serta menjaganya tetap istiqamah.

Seorang sahabat, ketika kami diskusi tentang hal ini, bertanya, bagaimana sebuah cinta dibuktikan? Aku tersenyum dan menjawab, “ternyata sebuah CINTA tidak membutuhkan BUKTI apapun, karena dia ada begitu saja … ” Adalah menjadi hak para sahabat untuk memilih sikap. Mas Harry memilih berkata, “beginilah caraku bersahabat”. Mungkin Anda bersikap berbeda, namun kita tetap akan dikenang sebagai bagaimana kita bersahabat. Tidak saja hari ini, tapi juga suatu saat nanti.

Hari ini juga, aku mohon maaf untuk kesalahanku selama ini. Semoga tidak terlambat untuk sebuah permohonan maaf …

image : http://www.latmanhasit.co.uk/

Comments (3)

Older Posts »